Riksa Uji Instalasi Proteksi Kebakaran
Riksa Uji Instalasi Proteksi Kebakaran adalah proses pemeriksaan dan pengujian secara berkala terhadap seluruh sistem dan perangkat proteksi kebakaran yang terpasang di suatu bangunan, termasuk pengujian sprinkler, pemeriksaan dan pengujian hydrant, alarm kebakaran, detektor asap, dan alat pemadam api.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua elemen proteksi kebakaran berfungsi dengan baik dan sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku, sehingga dapat memberikan perlindungan optimal dalam menghadapi potensi kebakaran.
Riksa Uji Instalasi Hydrant
Riksa Uji Instalasi Hydrant adalah pemeriksaan dan pengujian hydrant secara rutin untuk memastikan sistem hydrant berfungsi optimal, termasuk tekanan air, kondisi pipa, valve, dan aksesibilitas. Uji ini penting untuk menjamin kesiapan hydrant dalam menghadapi kebakaran, sehingga dapat memberikan respons cepat dan efektif untuk melindungi aset serta keselamatan penghuni bangunan.
Riksa Uji Alarm Kebakaran
Riksa Uji Alarm Kebakaran adalah pemeriksaan dan pengujian alarm kebakaran berkala untuk memastikan alarm kebakaran berfungsi dengan baik, termasuk sensor, sirene, dan panel kontrol. Uji ini penting untuk mendeteksi potensi kebakaran lebih awal, memungkinkan evakuasi karyawan dan peralatan lebih cepat, dan meminimalkan risiko terhadap keselamatan penghuni dan kerugian aset.
Dasar Hukum Riksa Uji Proteksi Kebakaran
Peraturan riksa uji proteksi kebakaran yang menjadi dasar hukum pelaksanaan riksa uji proteksi kebakaran adalah :
1
UU Nomor 1 / 1970
Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 adalah UU tentang Keselamatan Kerja yang mengatur tentang pencegahan, pengurangan, dan pemadaman kebakaran. UU ini juga mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, dan lain-lain.
2
Pasal 31 Permenaker No 2 Tahun 1983
mengatur bahwa setiap sistem alarm kebakaran wajib dilengkapi dengan gambar instalasi yang lengkap, mencantumkan letak detektor dan kelompok alarm. Gambar tersebut harus sesuai dengan kondisi instalasi yang sebenarnya dan mendapat pengesahan dari Direktur atau Pejabat yang ditunjuk, guna memastikan keakuratan dan keandalan sistem alarm kebakaran yang terpasang.
3
Pasal 57 Permenaker No 2 Tahun 1983
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/1983 mengatur bahwa instalasi alarm kebakaran otomatis harus menjalani pemeliharaan dan pengujian secara berkala, meliputi mingguan, bulanan, dan tahunan. Pengujian tahunan dapat dilakukan oleh konsultan kebakaran atau organisasi yang telah diakui oleh Direktur atau pejabat yang ditunjuk, guna memastikan sistem tetap berfungsi dengan baik dan sesuai standar keamanan.
4
Pasal 3 Kepmenaker No 186 Tahun 1999
Kepmenaker Nomor KEP.186/MEN/1999 Pasl 3 mengatur tentang pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja. Unit ini bertugas untuk: Mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran Melakukan latihan penanggulangan kebakaran
Jenis Alarm Kebakaran
Ada beberapa jenis alarm kebakaran yang digunakan dalam sistem deteksi kebakaran untuk memberikan peringatan dini terkait adanya kebakaran. Berikut adalah jenis-jenis alarm kebakaran yang umum digunakan:
Alarm Kebakaran Manual
Alarm Kebakaran Manual diaktifkan secara manual oleh pengguna ketika mereka melihat tanda-tanda kebakaran. Biasanya berupa tombol tekan (manual call point) yang dipasang di tempat-tempat strategis di seluruh bangunan. Setelah ditekan, alarm akan berbunyi untuk memperingatkan penghuni bangunan.
Detektor Asap
Alarm Detektor Asap ini diaktifkan ketika detektor mendeteksi keberadaan asap di area tertentu. Detektor asap menggunakan sensor optik atau ionisasi untuk mendeteksi partikel asap yang dihasilkan oleh kebakaran. Jenis ini sangat efektif dalam mendeteksi kebakaran pada tahap awal.
Alarm Kebakaran Otomatis
Alarm Kebakaran Otomatis diaktifkan oleh detektor yang mendeteksi tanda-tanda kebakaran seperti asap, panas, atau gas. Detektor ini secara otomatis mengirim sinyal ke panel kontrol dan mengaktifkan alarm tanpa memerlukan intervensi manusia.
Detektor Panas
Detektor panas mendeteksi peningkatan suhu yang signifikan di area tertentu, yang mengindikasikan adanya kebakaran. Alarm kebakaran akan aktif ketika suhu melebihi ambang batas yang ditentukan. Jenis ini lebih cocok untuk area yang rentan terhadap kebakaran besar tetapi tidak banyak asap.